PERSIJA

PERSIJA

Rabu, 14 Juni 2017

ETIKA BISNIS KELOMPOK 4 Bab 8 Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis & Bab 9 Hubungan Perusahaan dengan Stakeholder, Lintas Budaya dan Pola Hidup, Audit Sosial

Assalamualaikum Wr.Wb.

MAKALAH ETIKA BISNIS BAB 8 & 9
Pengertian budaya organisasi dan perusahaan, hubungan budaya dan etika, kendala dalam mewujudkan kinerja bisnis etis
dan

Hubungan perusahaan dengan stakehoulder, lintas budaya dan pola hidup, audit sosial




NAMA KELOMPOK 4         :
1.      Abira  Mahsa Putra                 (10214078)
2.      Eddo Ahmad Fauzi                 (13214387)
3.      Ririn Mutia Sari                       (19214474)
4.      Rizqiana Minindallah               (19214744)
5.      Sovia Yohana Lumban           (1A214419)    
6.      Sri Rahayu                              (1A214437)
7.      Vera Mega Fitria                     (1A214991)


KELAS                       :                      3EA39




A. Karakteristik budaya organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut:
  1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
  2. Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
  3. Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
  4. Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
  5. Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
  6. Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
  7. Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
  1. Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
  2. Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.

  1. Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
  2. Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi
B. Fungsi budaya organisasi
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :
  1. BATAS
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
  1. IDENTITAS
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
  1. KOMITMEN
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
  1. STABILITAS
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.

C. Pedoman tingkah laku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.



  • Apresiasi Budaya
Istilah  apresiasi  berasal  dari bahasa inggris  “apresiation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian. Bentuk itu berasal dari kata kerja ” ti appreciate” yang berarti menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa indonesia menjadi mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
  • Hubungan Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja, dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
  • Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.  Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan.  Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada.  Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
  • Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis
Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah. Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis, yaitu :
– Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
– Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN.
  • Kendala – Kendala dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf (1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1.      Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.

2.      Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.

3.      Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.

4.      Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.

5.      Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.



SUMBER:
·         Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, buku 2. Jakarta : salemba empat.





A. BENTUK STAKEHOLDER
Stakeholders dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini juga dinamakan pemangku kepentingan. Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana. Stakeholder menurut definisinya adalah kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.

·         Macam-Macam Stakeholder.
Stakeholder primer adalah ‘pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
Stakeholder sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.’ Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
Stakeholder Kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten. Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
v  Pemerintah Kabupaten
v  DPR Kabupaten
v  Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.

B. STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOSIAL
Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula stereotipe: psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut, dan konflik antarkelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompok-kelompok dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis (mis. Sander Gilman) menekankan bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang kepada orang lainnya, tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe itu sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotipe sesuai dengan fakta terukur.
Prasangka (pejudice) berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
C. MENGAPA PERUSAHAAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan”, di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau devidenmelainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Pengertian tanggung jawab social perusahaan atau CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
D. KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA BISNIS
Dalam kehidupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam aturan adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menentukan keberlangsungan aktivitas.
Kelompok komunitas yang terarah yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk bekerjadengan auditor sosial dalam mereview. Pemeriksaan sosial dan mengambil tempat dalam pertemuan review.
Buku catatan sosial diartikan oleh informasi yang rutin dikumpulkan selama setahun untuk mencatat wujud dalam kaitannya pada pernyataan sasaran sosial.
·         Stakeholder : Orang atau kelompok yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas organisasi atau perusahaan.
·         Target : Suatu tingkat keinginan yang dicapai dan biasanya didasari pada perencanaan yang telahdisusun sebelumnya.
·         Transparasi : Sebuah organisasi, dalam perhitungan yang terbuka dalam perhitungan sosial bahwastakeholder mempunyai pemahaman yang baik tentang organisasinya dan tingkah lakunyayang diwujudkan dan bagaimana hal tersebut dilaksanakan.
·         Triple bottom line : Sebuah organisasi menciptakan laporan tahunan yang mencakup finansial, lingkungan dangambaran sosial. Nilai (value)Kunci dari prinsip-prinsip yang diatur oleh beroprasinya organisasi dan yang mempengaruhi jalannya organisasi serta tingkah laku anggota-anggotanya.
·         Verifikasi : Sebuah proses dari audit sosial dimana orang auditor dan laporan auditnya dibuat panel yangmenyertakan perhitungan sosial dan informasi yang didasari pada apa yang akandilaksanakan dan pernyataan-pernytaan yang didasari pada kompotensi serta data yangreliabel.
·         Pernyataan visi : (sebagai pernyataan misi) sebuah kalimat atau lebih kalimat yang secara jelas dan nyatamembawa inti dari organisasi tentang kesiapan serta pengrtian yang mudah diingat.
·         Kertas informasi : Auditing sosial mengecek bahwa kita sudah berada pada jalur yang benar.
·         Audit sosial : Adalah proses dimana sebuah organisasi dapat menaksir untuk keberadaan sosialnya, laporan pada organisasi tersebut dan meningkatkan keberadaannya.
E. DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan  yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan

F. MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas


SUMBER:
·         Arijanto, Agus., Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis, Edisi ketiga, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011.
http://ikamayangsari.blogspot.co.id/2015/11/hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar